SEJARAH KABUPATEN JEMBER
Jember adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jember berada di lerang Pegunungan Yang dan Gunung Argopura. Bagian selatan wilayahnya membentang hingga berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kabupaten Jember terdiri dari 31 kecamatan, 22 kelurahan, dan 226 desa. Wilayahnya juga mencakup Taman Nasional Meru Betiri.
Jember memiliki luas 3.293,34 km2 dengan ketinggian antara 0 – 3.330 mdpl. Kabupaten Jember memiliki luas ±3.293,34 km2, dan panjang pantai ±170 km, sedangkan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) ± 8.338,5 km2 dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Lumajang.
Dalam perkembangannya yang tertera pada Staatsblad Nomor 46 tahun 1941, wilayah Regentschap Djember kemudian dipecah menjadi 25 Onderdistrik oleh pemerintah Belanda. Hingga pada masa kemerdekaan, melalui UU 12/1950, pemerintah pusat resmi membentuk Kabupaten Jember bersama beberapa kabupaten lain yang ada di Provinsi Jawa Timur.
Pada masa kolonial, kawasan kota Jember disebut sebagai Java’s Oosthoek yang merupakan cika bakal lahirnya Jawa Timur. Penguasa Mataram Pakubowono II yang terdesak menghadapi perlawanan pemberontakan Untung Suropati dan Trunojoyo, menggadaikan wilyah ini pada VOC.
Pada masa Perang Puputan Bayu (1771-1774) daerah Puger, Kedawung dan Nusa Borong di Jember menjadi basis pertahanan melawan VOC. Ketika Belanda di golongan liberal dengan Open Door Policy nya berkuasa, Jember dirubah menjadi lahan perkebunan (afdeling) untuk komoditi tembakau, lalu kopi, kakao, dan karet selama berpuluh-puluh tahun.
Kemudian pada tanggal 1 Januari 1929, pemerintah kolonial Hindia Belanda menerbitkan Besluit Staatblad nomor 322 yang ditandatangani oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu, yaitu Andries Cornelis Dirk de Graeff di Istana Cipanas. Tanggal keluarnya besluit tersebut, belakangan hari ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Jember. Besluit mengubah status wilayah Jember dari Afdeeling menjadi Regentschap. Kedua istilah tersebut sesungguhnya tidak berbeda, mengacu kepada wilayah setingkat kabupaten. Pada tahun itu pula, RT. Ario Notohadinegoro sebagai bupati pertama Jember sejak statusnya diubah menjadi regentschap, nama bupati Notohadinegoro kini diabadikan sebagai nama Bandara Jember yang berlokasi di Desa Wirowongso Kecamatan Ajung.
Mayoritas penduduk Kabupaten Jember adalah Suku Jawa dan minoritas Suku Osing dan Suku Madura yang sebagian besar beragama Islam. Suku Madura dominan di daerah utara dan Suku Jawa di daerah selatan dan pesisir pantai. Percampuran kedua kebudayaan Madura dan Jawa di Kabupaten Jember melahirkan satu kebudayaan baru yang bernama budaya Pendalungan. Masyarakat Pendalungan di Jember mempunyai karakteristik yang unik sebagai hasil dari penetrasi kedua budaya tersebut. Kesenian Can Macanan Kaduk merupakan satu hasil budaya masyarakat Pendalungan yang masih bertahan sampai sekarang di Kabupaten Jember.